Rabu, 04 April 2012

Mengenal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Apa itu RAPBN dan APBN
RAPBN
RAPBN merupakan kependekan dari Rancanan  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. RAPBN merupakan anggaran pendapatan dan belanja negara Republik Indonesia yang telah disusun oleh Pemerintah Republik Indonesia tetapi belum disetujui oleh anggota DPR.

APBN
APBN merupakan kependekan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. APBN adalah anggaran pendapatan dan belanja negara Republik Indonesia setiap tahun yang telah disetujui oleh anggota DPR (Dewan perwakilan Rakyat).

APBN berisi daftar sistematis yang memuat penerimaan dan pengeluaran negara selama 1 tahun (1 januari sampai 31 desember) tahun berjalan. Sedang APBD berisi daftar sistematis yang memuat penerimaan dan pengeluaran daerah selama 1 tahun (1 januari sampai 31 desember) tahun berjalan. 

Struktur APBN

APBN terdiri dari sektor pendapatan negara dan belanja negara.
Pendapatan Negara terdiri dari :
1. Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan seluruh masyarakat di suatu negara selama satu tahun, termasuk barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang ada di wilayah negara tersebut.
2. Produk Nasional Bruto adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara selama satu tahun, termasuk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat negara tersebut yang berada di Negara lain.
3. Produk Nasional Neto adalah jumlah nilai barang dan jasa yang diperoleh dengan cara mengurangi GNP dengan penyusutan (depresiasi).
4. Pendapatan Nasional Neto adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima masyarakat sebagai balas jasa faktor produksi selama satu tahun setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax).
5. Pendapatan Perseorangan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat.
6. Pendapatan Bebas adalah pendapatan yang sudah menjadi hak mutlak bagi penerimanya. Jadi, pendapatan bebas adalah pendapatan yang sudah siap untuk dibelanjakan. 

Belanja terdiri atas dua jenis:
Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Otonomi Khusus.

Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam UU No. 17 Tahun 2003 meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 17 Tahun 2003 ini disebutkan bahwa belanja negara danbelanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggarankementerian negara/lembaga/perangkat daerah.
Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Sebelum diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003, anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atasanggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran.
Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undangundang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai denganKerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

Tujuan dan klasifikasi APBN (Pasal 11)
(1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang.
(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Pasal 1 angka 13 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Pasal 1 angka 14 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
(5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat.
Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

Ketentuan umum penyusunan APBN (Pasal 12)
(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepadarencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.
Defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Mekanisme penyusunan APBN  (Pasal 13)
(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makrotahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro danpokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.

Mekanisme penyusunan APBN (Pasal 14)
(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkanprestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Mekanisme penyusunan dan penetapan APBN (Pasal 15)
(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undangundang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya

Fungsi APBN
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahnegara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Dampak APBN Terhadap Kegiatan Perekonomian
Dengan APBN, dapat diketahui arah, tujuan, serta prioritas pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan. Dengan demikian, peningkatan pembangunan sarana dan prasarana ekonomi juga akan meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi. Peningkatan sumber daya manusia yang dapat menerapkan teknologi tinggi dalam proses produksi, sehingga hasil-hasil produksi semakin meningkat. Peningkatan produksi yang tidak dikonsumsi akan meningkatkan tabungan masyarakt. Akhirnya, peningkatan tabungan akan meningkatkan investasi sehingga semakin banyak barang dan jasa yang tersedia bagi masyarakat.

Empat Tolak Ukur Dampak APBN
Cara untuk menggolongkan pos-pos penerimaan dan pengeluaran yang masing-masing menghasilkan tolok ukur yang berbeda mengenai dampak APBN nya. 
Ada empat tolok ukur dampak APBN, yaitu : 
1. SALDO ANGGARAN KESELURUHAN
Konsep ini ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan
sebagai : 
G – T = B = Bn + Bb + Bf 
Catatan : 
G = Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran transer dan pemberian pinjaman bersih. 
T = Seluruh penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak 
B = Pinjaman total pemerintah 
Bn = Pinjaman pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan 
Bb= Pinjaman pemerintah dari sektor perbankan 
Bf =Pinjaman pemerintah dari luar negeri 

Jika Pemerintah tidak mengeluarkan obligasi kepada masyarakat, maka saldo anggaran keseluruhan menjadi : 
G – T – B = Bb + Bf 
APBN dicatat demikian rupa sehingga menjadi anggaran berimbang : G – T – B = 0 
Sejak APBN 2000 saldo anggaran keseluruhan defisit dibiayai melalui: 
A. Pembiayaan Dalam Negeri : 
-Perbankan Dalam Negeri 
-Non Perbankan Dalam Negeri 
B. Pembiayaan Luar Negeri Bersih 
-Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) 
-Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri 
2. KONSEP NILAI BERSIH 
Yang dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang diciptakan oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah terhadap pembentukan modal masyarakat. 
3. DEFISIT DOMESTIK 
Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun terhadap neraca pembayaran. 
Bila G dan T dipecah menjadi dua bagian (dalam negeri dan luar negeri)
G = Gd + Gf 
T = Td + Tf, maka persamaan (2) di atas menjadi 
(Gd – Td) + (Gf – Tf) = + Bf 
(Gd – Td) = dampak langsung putaran pertama terhadap PDB 
(Gf – Tf) = dampak langsaung putaran pertama terhadap neraca pembayaran 

4. DEFISIT MONETER 
Konsep ini banyak digunakan dikalangan perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan oleh Bank Indonesia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar”). Defisit dikur sebagai posisi bersih (netto) pemerintah terhadap sektor perbankan : G – T – Gf – Gb Karena Bn = 0 
Di dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih. Bantuan luar negeri tidak dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah, tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber pembiayaannya

Sumber :